Meninggalnya bapak di
usia 45 tahun saat beliau sedang tidur mengingatkan aku bahwa kita tidak akan tahu
kapan sebuah kematian itu akan datang. Meninggalnya bapak mengajarkan aku bahwa
segala sesuatu adalah milik Allah SWT. Apapun yang ada di sekitarku, Bapak,
Ibu, Adik, Saudara dan semua orang yang aku kenal dan semua barang sekecil apapun
yang aku miliki adalah milik Allah SWT. DIA lah yang berhak atas semuanya. Jangan
pernah merasa memiliki atas apapun di dunia ini, karena segala sesuatu adalah
milikNYA.
Ketika kita merasa
memiliki atas sesuatu yang ada di dunia ini, maka percayalah ketika hal itu
hilang dalam hidup kita, kita akan merasa kehilangan, sedih, bak seorang yang
tak punya lapang dada jika kita tak segera menyadari bahwa hal yang hilang itu
bukan milik kita dan bukan rezeki kita.
Dulu ketika beberapa
temanku kehilangan ayahnya, kehilangan bapaknya, kehilangan ibunya, kehilangan
sanak saudaranya karena meninggal dunia, dengan mudah aku mengatakan sabar,
yang tabah, dan segala panjat doa ku
haturkan. Namun kini aku telah merasakan di posisi mereka. Berada dalam posisi
kehilangan sosok figur bapak tak semudah ketika aku mengatakan sabar , tak
semudah ketika aku mengatakan tabah, tak semudah aku menghibur teman yang
sedang kehilangan figur seorang bapak. Berada dalam posisi kehilangan figur
seorang bapak membuatku merasa kehidupan ini seperti terhenti, tak ada udara, bagai
tak akan ada lagi air sungai mengalir. Perasaan yang ada dalam diriku bak
bercampur kesedihan dan sangat kehilangan. Tak pandai aku ungkapkan dalam
tulisan perasaan yang bercampur-campur ini, namun ketahuilah kehilangan figur
seorang bapak tidak semudah ketika kau mencoba menghibur orang lain yang
kehilangan seorang bapak.
Hari pertama tanpa
figur seorang bapak aku merasa kehilangan, tangis air mata yang ada bisa ku
katakan belum sepenuhnya mengalir, karena masih banyak orang yang berada di
sekelilingku untuk mencoba menghibur. Namun ketika hari demi hari berganti rasa
kehilangan itu akan semakin terasa, kesedihan akan semakin terasa, betapa berharganya
seorang bapak itu semakin aku rasakan. Bapak is a good man, rela
melakukan apapun untuk tiga perempuan yang sayang padanya (ibu, aku dan
adik). Bapak adalah laki-laki yang sabar, laki-laki yang sangat berlapang dada
atas segala kisah hidupnya. Kehilangan seorang bapak bagai cambuk untuk diriku
agar aku lebih cepat berlari, lebih bijak dalam berfikir, dan membuatku harus
melanjutkan amanah bapak sebagai anak sulung.
Meninggalnya bapak
ketika aku dalam masa mengerjakan skripsi sontak membuatku membayangkan di
wisuda nanti tak akan ada kehadiran sosok bapak. Hal yang mungkin kalian tidak
akan pernah merasakan bagaimana rasanya jika kalian tidak benar-benar berada
dalam posisiku. Percakapan langsung terakhir dengan bapak ketika aku pulang
kampung sebelum bapak pulang dalam pelukan Allah SWT adalah mengenai kuliahku,
hal yang sebelumnya jarang aku bahas dengan bapak. Namun perbincangan kala itu
benar-benar perbincangan panjang mulai malam hingga subuh dengan bapak ketika
menunggu ibuku yang sedang di rawat di rumah sakit 14 hari sebelum kepergian
bapak. Perbincangan itu sungguh perbincangan yang hangat, aku dan bapak berdua
dalam koridor rumah sakit membicarakan banyak hal salah satunya mengenai
kuliahku. Aku tak percaya jika perbincangan panjang tersebut adalah
perbincangan langsung dengan bapak yang terakhir di dunia ini.
Tak ada lagi bapak yang
senantiasa mengantar dan menjemputku ketika aku pulang kampung dari Surabaya. Tak
ada lag bapak yang sering membuatkanku nasi goreng ketika malam hari aku dan
adik lapar. Tak ada lagi bapak yang senantiasa menyalakan musik di rumah sambil
nyayi-nyanyi, tak ada lagi bapak yang memberikan hal-hal yang terbaik untuk
tiga perempuan yang sayang padanya.
Bapak.. Dita kangen.
No comments:
Post a Comment